Awal dan Kiniku sebagai Alumni STAN

Udah pernah berkunjung kesini belum?

Baru pertama ini ya??

Yaudahlah. Aku juga gak terlalu menyarankan kalian untuk baca semua tulisan. Apalagi yang kalo baca caption selalu discroll. Mending gak usah baca tulisanku yang sebelum-sebelumnya deh, atau langsung tutup website ini, atau langsung matikan laptop atau layar handphone atau apapun itu, atau sekalian banting aja gadgetnya. Nah lohh, hahahahha. (Kata kata ini..)

Lebih tepatnya, aku sedang menghabiskan waktuku di ruang arsip yang membuatku nyaman melewati malam kesendirianku. Apasih sraa

Dan, aku kembali teringat. Aku punya site ini, dan kenapa aku harus melelahkan mata mereka membaca caption di IG, yang udah jelas sesuai dengan konsep orang banyak, instagram itu hanya sebatas share foto. *menyedihkan*. Atau apa konsep ku aja yang selama ini entah apa. Yaudahlah yaa. Panjang amat bahas itu doang :v

Aku kembali membaca tulisan tulisan usangku. Nggak sih. Ini belum terlalu usang, dibandingkan tulisanku yang lain, yang tersebat entah di website mana lagi. Ya gini, kalo kebanyakan medsos. Padahal, nggak juga sering sering dipake. Sok ngikut aja, biar pernah punya kalo ditanya orang. Hahahahha.

Setelah ku baca kembali, aku jadi teringat. Aku sudah terlalu banyak berjanji untuk melanjutkan ceritaku setelah masuk STAN. Oke guys. Hari ini aku punya banyak waktu untuk berbagi cerita.

Tau gak sih, hal pertama yang membuat aku gak nyaman menjadi doinya STAN adalah pas dinamika disuruh yang cewek itu harus kudu wajib (apalagi?) ikat rambut satu, ekor kuda gitu. Dan hello guys, aku masih fresh from the ovennya anak desain, yang konon otakku berkonsep, anak desain adalah orang yang bajunya kekampus itu ntah apa, kalo bisa celananya robek robek, rambut gondrong gak jelas, dan yaa kebebasan hakiki lainnya. Dan tentu saja aku menjadi bagian realisasi otak terbelakangku itu.

Karena masih sangat dangkal dalam hal berpikir, aku malas ribet buat tiap hari ikat rambut, jadi aku babat habis rambut tahunanku, yang kalau dipotong bakal lamaaa banget buat panjangnya, tapi yang kalo panjang bisa digunain sebagai hordennya muka pas jalan, ketutupan gitu. Dan itu tuh seru guys. *kenapa jadi cerita rambut, coba? hahahhha*

Untuk kesekian kalinya aku menjalani ospek, yang sejak dahulu kala udah jalanin yang namanya ospek, sejak jamannya SMA, ospek jurusan dan kampus pas di Malang, sampe akhirnya kembali lagi diospek pas dinamika. Antara bosan, antara sudah tahan banting banget, atau mati rasa, atau masih berhiporia dan sebagainyalah yaa. Tapi yaa, ospek adalah hal yang paling pertama dihadapi kalau mau dianggap telah sanggup menjalani hidup yang keras ini. *Emang selama ini, pas belum kenal ospek, kita dah selemah gimana kali yak? :V*

Tapi jujur yaa. Kalo teman teman seangkatanku cerita tentang gimana hari harinya selama dinamika, aku kadang ambil jarak, atau yang paling ampuh adalah aku diam sejenak lalu mengalihkan pembicaraan yang kadang krusial sekali untuk dibahas. Akuntansi mungkin? Atau Statistika? hahahha. *Ketawa muluk sra*. Karena, aku juga cuma ngikutin dinamika selama 2 hari, dan hari hari berikutnya aku lewati didalam klinik karena you knowlah what i mean.

Kadang ya minderlah ya. Apalagi sampe capacity building itu, aku beberapa sesi harus jaga kondisi, yang gak lucu harus kupaksa, trus pas kuliah aku gak jelas jalannya dan berakhir dengan aku harus menghentikan studiku sebagai anak STAN.  Padahal aku dah tau gimana rasanya luntang lantung dan berakhir dengan sebuah keputusan untuk menjadi abdi negara.

Beberapa percakapan aku ingat betul, bagaimana bapak ibu pegawai BDK mengkhawatirkan kelanjutanku yang tentu saja di STAN itu gak bakal lepas dari yang namanya hal fisik. Tapi yang aku ingat adalah, “Kalau kamu bisa lulus STAN, kenapa harus putus asa karena kekhawatiran yang tak kunjung usai?” Dan aku kira, itu kalimat yang benar benar membuat aku merasa, ‘Kau itu gak ada beda sra, mau kakimu se cacat apapun, sekarang yang perlu itu ilmu dan pengabdian hatimu’

Masih sering flashback sih sebenarnya. Pas aku udah jalanin kuliah dan aku terikat dengan banyak aturan, sedangkan aku yang dulu adalah siapa aku ya itulah aku. Kebebasanku kini semakin terbatas. Tapi ya paling nggak, aku masih bisa menyalurkan kecintaanku pada aspal, pada alam, pada kesendirian yang ramai, ketika aku bisa berjalan jarak jauh, diseputaran tempatku tinggal.

Hal yang membuat aku terharu ketika menjadi mahasiswi STAN adalah, aku pernah mengajar teman temanku sendiri, dan itu rasanya waw.

Benar benar aku itu nggak pernah nyangka, ketika aku yang dulu adalah manusia yang siapa aja ketemu bakal malas bercengkarama lama lama soal pelajaran, karena mereka bakal ngajarin aku dari 0, dan itu udah dibawah standar kebodohan banget, sementara kini aku diajak berdiskusi mengenai pelajaran di kampus.

Aku pernah merasakan menjadi seorang anak yang penuh keterbelakangan pengetahuan sementara orang lain itu udah jauh didepan. Udah ngerasain gimana jadi anak yang gak berani nanya pelajaran sama siapapun, karena akan berakhir dengan ya, ngasi rumus tok, yang padahal itu juga ada di buku kali, dan karena aku gak tau gunainnya makanya aku nanya. Jadi yaa, aku nggak pengen mereka ngerasain hal yang sama kayak aku dulu. Itu benar benar kelam.

Suatu pengalaman yang luar biasa. Sehingga pernah waktu itu, menjelang UAS kosan kami gak pernah berhenti kedatangan tamu buat belajar. Terharu sumpah terharu. Baru kali ini juga, aku banyak melihat anak cowok itu rajin belajar dengan mataku sendiri. Selama ini yang aku tau, anak cowok itu sukanya ya maen bola, main game, belajar seadanya, dan akhirnya aku menemukan fenomena itu dan membuatku semakin terpacu untuk belajar.

Suka terharu, kalau yang datang kelas sore itu rame. Sampe kadang kami lesehan di beranda kelas.  Suka terharu sama mereka yang benar benar bawa catatan buat nulis hasil diskusi kami, yang padahal gak jarang aku juga suka ngelantur pas sharing pengetahuan. Baru kali ini aku terbebeban dengan ‘Mereka harus bisa seperti yang aku bisa’, baru kali ini aku merasa ‘Kalau mereka gagal, akulah penyebab mereka gagal’, dan karena mereka aku punya kesibukan yang benar benar aku nikmati.

Tuhan juga nggak janjikan nilaiku akan lebih bagus atau sama bagusnya dengan nilai teman-temanku yang sediskusi denganku. Karena aku juga punya banyak batasan dan hola. IPku pun sempat dipertanyakan orang orang, kenapa harus berada di nomor sekian. Aku rasa itu karena ulahku juga sih. Ketika orang lain berjuang menghapal mati matian isi buku, aku masih saja bertahan dengan kebiasaan merangkumku. Hahahaa, anak sastra kayaknya akan selamanya jadi anak sastra.

Banyak sih cerita yang menjadi kenanganku di STAN. Ketika suatu hari kami punya program keolahragaan gitu, kadang suka sedih juga sih. Baperan, ya gimana lagi. Kadang ngiri dengan mereka yang dengan enaknya berlari bermain bola, penuh energi main volly, dan lain lainnya, yang mungkin dulu aku bisa. Selalu saja ada waktu, dimana aku flashback ke aku yang dulu. Bahkan sekarang pun, pas aku sendiri, ingatan itu gak pernah pudar.

Kenangan pas aku bisa belajar rame rame dengan teman sekelas. Mulai dari sore pulang dari kampus, sampe malam, sampe subuh, tidur sejam, terus langsung ujian paginya, trus sorenya gitu lagi. Kenangan pas aku bisa jadi penjaga kosan dan menjadi penghuni kosan yang melegend banget, Kosan Eka Baper, bersama mereka mereka yang sama gilanya. Kenangan pas aku juga ngajar privat tiap malam, dan karena gak bisa bawa motor, uangnya abis buat ongkos becak tiap hari. Kenangan disana sini, wajah siapapun jadi kenangan, tempat manapun jadi kenangan, satu tahun yang penuh kenangan.

Rutinitas disana itu, buat aku menjadi orang yang lebih banyak melihat, ketika aku pernah benar benar bermimpi besar dan tidak lagi menjadi seorang Taruni, sebagai seorang Animator, karena kini aku sebagai Abdi Negara. Aku gak pernah nyangka, aku menikmati setiap proses deg degan yang ada. Deg degan pas UTS dan UAS, pengumuman IP semester 1 dan 2 yang rawan DO, deg degan pas ujian TKD, deg degan pas nunggu pengumuman tempat PKL, pengumuman tempat OJT dan Magang, dan tentu saja deg degan pas nunggu pengumuman penempatan.

Masa lalu memang tidak akan pernah bisa dilupakan seberapa keraspun kita berusaha. Tapi masa lalu bisa menjadi sesuatu yang menakjubkan untuk dijadikan pembelajaran di masa kini untuk masa yang akan datang.

Sekarang, aku sudah tidak bisa mundur lagi, seberapa banyak pun kekesalan yang pernah kumiliki setelah semua ini. Aku harus belajar menerima keadaan, belajar mengenal banyak orang, belajar beradaptasi, belajar banyak hal, yang belum sempat terpikirkan olehku sebelumnya. Toh, jika aku mundur selangkah saja ketika aku akhirnya menginjakkan kaki sebagai mahasiswi STAN, aku tidak akan merasakan banyak hal luar biasa yang udah dijadikan sebuah kesempatan besar oleh Tuhan untuk aku rasakan.

Bahkan kini aku benar benar mengerti, mengapa aku harus terjatuh ketika SMA, mengapa aku harus mengambil dahulu DKV ketimbang melanjutkan STAN, dan berakhir dengan yaa, seperti ini aku adanya. Karena aku adalah manusia yang terlalu keras kepala dan terlalu di enakkan jika semua yang kuingini diberikan dengan percuma.

Aku adalah manusia yang benar benar harus merasakan namanya berjuang, terjatuh, dan berjuang kembali. Aku adalah manusia yang penuh dengan kebodohan dan kesembongan yang harus ditumbangkan dengan banyak cara. Aku adalah manusia yang kadang tidak tau menau seberapa besar potensi yang aku punya, dan seberapa besar kemampuan dan keberanianku untuk bisa menghadapi suatu masalah.

Dan aku pikir,

Aku adalah Kamu

Aku adalah Kita

Yang masih banyak bertanya

Dan tidak pernah berhenti bertanya

Siapa aku ini sebenarnya?

Hingga pada akhirnya

Kita berani bergerak

Dan melihat

Oohh,

Ini aku ternyata!

 

 

 

 

Tinggalkan komentar